TEMPO.CO, Jakarta - Bitcoin dan aset kripto lainnya yang serempak sempat jeblok dan kemudian kembali naik beberapa waktu belakangan ini semakin menunjukkan bahwa nilai cryptocurrency berfluktuasi dengan sangat cepat. Investor pemula yang belum siap disarankan untuk menempatkan investasinya di instrumen yang minim risiko.
Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana menyatakan, salah satu produk investasi yang bisa dilirik para investor pemula adalah Surat Berharga Negara (SBN) Ritel. Instrumen yang minim risiko dan memberikan imbal hasil lebih tinggi dari deposito dinilai cocok bagi investor pemula yang baru mengenal pasar modal ataupun aset kripto.
Selain itu, karakteristik SBN Ritel yang sangat mirip dengan deposito karena menawarkan imbal hasil rutin dengan besaran yang tetap, bahkan bisa naik jika memang kupon yang ditawarkan bersifat floating (mengambang). Namun imbal hasilnya tidak mungkin turun karena biasanya terdapat floor atau batas bawah.
Sebagai gambaran, seri SBN Ritel yang terakhir ditawarkan pemerintah yakni sukuk tabungan seri ST014 menawarkan kupon 5,47 persen. Imbal hasil tersebut lebih besar dari suku bunga deposito yang berkisar 4-5 persen.
“Jadi kalau memang masyarakat ingin pindah dari tabungan perbankan (ke aset pasar modal), ini sangat cocok. Bisa belajar step by step, dari tabungan harusnya ke fixed income dulu,” kata Fikri ketika dihubungi, Rabu, 19 Mei 2021.
Ia lalu menyoroti fenomena yang belakangan terjadi di pasar keuangan di Indonesia. Salah satunya ketika masyarakat mulai mengenal bursa saham dan langsung masuk ke instrumen-instrumen berisiko tinggi karena tergoda oleh return tinggi dan tren yang berkembang.
“Polanya serupa. Oktober - Desember tahun lalu saham ramai karena lagi uptrend, lalu Januari kena anjlok pada hilang semua," ujar Fikri. Berikutnya, muncul hype Bitcoin yang di-endorse CEO Tesla Inc. Elon Musk. "Sekarang kripto anjlok, mulai pada hilang juga
Oleh karena itu, ia menyarankan masyarakat yang baru masuk pasar modal belajar berinvestasi secara bertahap. Bertahap artinya mulai dari instrumen berisiko rendah, sedang, baru kemudian menjajal instrumen-instrumen berisiko tinggi.
“Harus ada tangganya. Nggak ada salahnya ke fixed income dulu, SBN dulu. Lalu reksa dana misalnya, belajar baca dan pahami fund fact sheet, baru nanti kalau sudah mengerti coba yang lain,” ucap Fikri.