Saat ini OJK masih menggodok aturan terkait pengelolaan investasi unit link dan ditargetkan rampung pada kuartal II tahun 2021 karena sudah melalui proses harmonisasi. OJK juga telah menggelar diskusi cukup panjang dalam penyusunan aturan itu dengan asosiasi.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebelumnya menyatakan telah menerima sejumlah poin dari rancangan aturan terkait unit link. Pembatasan pertama terkait dengan penempatan investasi pada pihak yang terafiliasi dengan perusahaan, yakni semua jenis investasi hanya diperbolehkan maksimal 10 persen dari aset setiap subdana, kecuali afiliasi yang terjadi karena penyertaan modal pemerintah.
Kedua, penempatan investasi di satu pihak maksimal 15 persen dari aset setiap subdana, tetapi dikecualikan bagi deposito bank umum dan investasi di surat berharga negara (SBN). Ketiga, dalam pemilihan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), OJK akan mengatur penempatan dana hanya di instrumen MTN dengan rating paling rendah idAA.
Nasrullah memaparkan belum ada angka pasti terkait pembatasan itu dan baru akan ditetapkan saat aturan terbit. Pembatasan itu pun masih dibahas, apakah akan bersifat kuantitatif, kualitatif, atau keduanya, dengan tujuan utama menjadi jalan tengah dalam menjaga nasabah dan kinerja industri.
Adapun, menurut Nasrullah, pihak asosiasi keberatan takut tidak lincah dalam menempatkan investasinya. "Cuma ketika ada loop holes yang tidak disadari, kalau tidak diatur, bisa membuka peluang ke arah situ (praktik investasi yang tidak prudent)," ujar Nasrullah.
Dari catatan OJK diketahui terdapat satu dua kasus perusahaan asuransi yang membeli saham-saham spekulatif dalam pengelolaan investasi unit link. Perusahaan terkait tidak dapat dikatakan bersalah sepenuhnya karena memang belum terdapat regulasi pengelolaan investasi unit link, tetapi khawatir risiko kerugian yang mungkin terjadi dan akan ditanggung nasabah.
BISNIS
Baca: Bos Prudential Indonesia Tanggapi Soal Ramai Nasabah Mengeluh Rugi