TEMPO.CO, Jakarta – Sebuah perusahaan asuransi swasta yang merupakan nasabah PT Bank Mega Syariah (BMS) dikabarkan kehilangan dana deposito senilai Rp 20 miliar sejak 2015. Kuasa hukum nasabah tersebut, Riduan Tambunan, mengatakan deposito ini merupakan dana jaminan wajib yang ditempatkan di BMS pada 2012.
“Klien kami bermaksud mencairkan semua, tapi jawaban dari Bank Mega Syariah, uangnya sudah raib,” ujar Riduan saat dihubungi pada Ahad, 18 April 2021.
Riduan tidak berkenan menggamblangkan identitas kliennya. Ia hanya menceritakan perjalanan kasus raibnya deposito tersebut. Berikut ini kronologinya.
1. 29 Oktober 2012, nasabah menempatkan deposito di BMS
Nasabah BMS menempatkan dana jaminan wajib Rp 20 miliar dalam bentuk deposito pada 29 Oktober 2012. Deposito itu terdiri atas 4 bilyet giro--masing-masing Rp 5 miliar--dengan nomor seri 036466, 036465, 036464, dan 036463. Bilyet giro asli ini disimpan di main vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
Riduan mengatakan kliennya sebagai perusahaan asuransi memenuhi ketentuan Pasal 20 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian juncto Pasal 35 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.010/2012. Beleid itu mengatur perusahaan asuransi wajib membentuk dana jaminan sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
2. 2015, nasabah ingin menarik deposito namun sudah raib
Pada 2015, Riduan berujar kliennya ingin menarik seluruh deposito di BSM. Namun, pihak bank mengatakan dana itu telah ditransfer ke rekening tertentu yang bukan rekening induk nasabah. Saat itulah diketahui bahwa dana deposito senilai Rp 20 miliar telah raib.
Riduan menyebut kliennya menyoalkan hilangnya dana karena bank semestinya mencairkan dana hanya ke rekening nasabah yang memiliki wewenang. Nasabah pun harus datang dan tanda tangan secara langsung untuk proses pencairan. Walhasil, Riduan mengatakan kliennya menuntut BSM untuk bertanggung jawab.