3. 2016, kasus diputus di PN Jakarta Jakarta Selatan
Riduan menjelaskan, kasus raibnya dana deposito itu telah diperkarakan oleh manajemen BMS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. BMS melaporkan karyawannya yang saat itu diduga melakukan penggelapan dana nasabah. Pada 2016, pengadilan mengeluarkan putusan pidana untuk Kepala Cabang Pembantu BMS Panglima Polim yang terbukti melakukan penggelapan deposito.
Namun setelah kasus ini diputus, Riduan menyebut BMS tidak menyelesaikan penggantian dana kepada kliennya. Alasannya lantaran perkara tersebut telah selesai di pengadilan. “BMS tidak bisa berdalih dengan melemparkan tanggung-jawab kepada karyawan banknya yang sudah dipidana,” ujar Riduan.
4. 2020, nasabah meminta perlindungan Kementerian Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Riduan menerangkan, pada 2020, kliennya meminta perlindungan hukum kepada Kemenko Polhukam karena kasus ini dianggap tidak selesai. Saat itu terjadi proses pertemuan antara nasabah bank dan pihak BMS.
Kemudian pada 23 September 2020, Riduan menyebut Kemenko Polhukam mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Direktur Utama BMS. Salah satu butir dalam surat itu, tutur Riduan, berbunyi bank harus tetap bertanggung jawab kendati kasus ini telah diputus oleh PN Jakarta Selatan.
Riduan mengatakan kliennya ingin menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dengan BMS. “Kami menunggu iktikad baik BMS sampai sekarang. Mudah-mudahanan mereka mau. Kita harapkan bisa duduk bersama,” ujarnya. Bila tidak terjadi kesepakatan, ia membuka opsi bagi kliennya untuk melayangkan gugatan perdata kepada pihak bank.
Tempo telah menghubungi Direktur Utama Bank Mega Syariah Yuwono Waluyo untuk meminta konfirmasi ihwal perkara tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan, Yuwono belum memberikan responsnya.
BACA: Deposito Nasabah Senilai Rp 20 Miliar di Bank Mega Syariah Raib
FRANCISCA CHRISTY ROSANA