Kementerian Perhubungan melarang maskapai penerbangan mengoperasikan angkutan niaga dan non-niaga selama periode larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021, baik rute domestik maupun internasional. Meski demikian, dalam keadaan khusus, pesawat bisa mengangkut penumpang dengan izin Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Pengecualian larangan mudik tersebut untuk penerbangan pimpinan lembaga tinggi dan tamu kenegaraan serta operasional kedutaan besar, konsulat jenderal, dan konsulat asing serta perwakilan organisasi internasional. Angkutan penerbangan juga dapat melayani kepentingan repatriasi atau pemulangan warga negara.
Selanjutnya, pengecualian berlaku bagi angkutan penerbangan untuk penegakan hukum, ketertiban, dan pelayanan darurat; operasional angkutan kargo; operasional angkutan udara perintis; dan operasional lainnya dengan izin khusus.
Badan usaha yang melakukan penerbangan khusus harus mengajukan flight approval atau FA kepada Kementerian Perhubungan. Maskapai juga dapat menggunakan izin dari penerbangan eksisting.
Pada 2020, pemerintah juga memberlakukan larangan mudik. Larangan bagi angkutan umum untuk beroperasi berdampak bagi kinerja Garuda Indonesia. Pada semester I tahun lalu, maskapai ekor biru membukukan laporan keuangan merah.
Berdasarkan laporan perusahaan, maskapai mengalami kerugian sebesar US$ 712,73 juta atau setara dengan Rp 10,19 triliun. Pada Mei 2020, okupansi penumpang emiten berkode GIAA itu tinggal 10 persen.
Garuda Indonesia pun mengandalkan pendapatan dari penerbangan logistik dan repatriasi. Sedangkan pergerakan penumpang hingga akhir Juli 2020 baru meningkat 2-3 persen.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Ada Larangan Mudik, Komisaris Garuda Yenny Wahid: Proyeksi Bisnis Meleset