TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno meminta pemerintah tak membuka opsi pengecualian untuk aturan larangan mudik Lebaran 2021. Djoko mengatakan adanya kebijakan pengecualian perjalanan hanya akan menyuburkan praktik penyimpangan dan pungutan liar.
"Adanya (syarat) surat keterangan (bagi pihak yang dikecualikan melakukan perjalanan) dapat menjadi lahan subur pendapatan tidak resmi," ujar Djoko dalam keterangannya pada Ahad, 28 Maret 2021.
Menurut dia, tak tepat bila pemerintah memutuskan kebijakan melarang mudik, namun masih banyak pengecualian yang membuntuti aturan itu. Bila tidak ada pengecualian larangan mudik, langkah pemerintah untuk menekan dampak Covid-19 diduga lebih efektif.
Djoko menyebut pada tahun lalu, saat pemerintah memutuskan larangan mudik dengan pengecualian, banyak masyarakat tetap melakukan perjalanan. Data Dinas Perhubungan Jawa Tengah menunjukkan selama periode pelarangan mudik Lebaran 2020, sebanyak 1.293.658 orang masuk ke daerah tersebut.
Seumpama pemerintah ingin serius melarang mudik, Djoko berpendapat semua operator transportasi di simpul-simpul transportasi mesti menutup layanannya pada tanggal yang telah ditentukan. Aturan itu, tutur Djoko, wajib berlaku di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta, dan pelabuhan.
Djoko mencontohkan pelaksanaan larangan mudik pada 2020. Kala itu, operasional kereta api jarak jauh, kapal laut, serta penerbangan domestik dan internasional berhenti melayani penumpang selama 15 hari.