Terkait adanya kritik dari berbagai pihak yang menentang impor beras, Lutfi mengatakan masukan-masukan tersebut baik untuk memenuhi unsur keseimbangan bagi kebijakan yang akan diambil pemerintah. “Ini adalah proses check and balance,” tuturnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, sebelumnya mempertanyakan rencana pemerintah mengimpor 1,5 juta ton beras. Ia menilai publik perlu tahu data valid tentang ketersediaan dan pasokan dari petani dalam negeri serta kebutuhan beras di dalam negeri
"Jika produksi beras nasional surplus, apa urgensi impor beras? Apa kebutuhan mendesaknya? Berapa kebutuhan beras nasional kita sehingga Pemerintah malah memilih mengimpor beras? Kemendag harus mengungkapkannya secara transparan," ujar Baidowi.
Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Febri Diaansyah, juga menyinggung banyaknya kasus korupsi di balik kebijakan impor setelah rencana impor beras mengemuka. Ia mengingat ada beberapa perkara rasuah yang pernah terjadi, seperti impor daging, impor gula, impor ikan, impor bawang putih, hingga impor tekstil.
"Dalam korupsi impor selalu ada rente di balik berbusa-busanya slogan impor demi mencukupi kebutuhan rakyat," ujar Febri dalam akun Twitter pribadinya, @febridiyansyah, 17 Maret.
Penerima suap, kata Febri, tak pelak adalah pejabat yang memiliki kewenangan, bahkan pemimpin partai politik. Ia mencontohkan kasus suap impor bawang putih. Dalam perkara itu, pejabat menerima fee mulai Rp 50 hingga Rp 1.700 per kilogram.