TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjawab polemik impor beras 1,5 juta ton. Rencana itu memperoleh kritikan dari ekonom, Dewan Perwakilan Rakyat, hingga tokoh publik.
Lutfi mengatakan bakal terbuka dan menerima masukan dari semua pihak terkait kebijakan yang akan diambil, termasuk soal pengadaan bahan pokok. “Izinkan saya ini belum genap tiga bulan. Baru dua bulan (menjadi menteri) dan masih banyak PR (pekerjaan rumah). Tidak ada yang aneh-aneh dan saya tutup-tutupi, ini untuk kebaikan,” ujar Lutfi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Jumat, 19 Maret 2021.
Lutfi menjelaskan, rencana impor itu merupakan skenario yang diambil pemerintah saat pasokan di gudang Perusahaan Umum Bulog menipis. Pemerintah, kata dia, harus menyusun beberapa rencana dari berbagai kondisi yang mungkin dihadapi, entah baik atau buruk.
Di sisi lain, Bulog juga harus memiliki iron stock atau cadangan yang dikeluarkan saat terjadi keadaan darurat atau gejolak perdagangan di pasar. Menurut aturan, Bulog mesti memiliki cadangan 1-1,5 juta ton di gudang.
Saat pasokan beras cukup untuk memenuhi volume konsumsi masyarakat, Lutfi memastikan pemerintah tak akan membuka keran impor.
“Kalau memang penyerapan Bulog bagus, kita enggak perlu impor. Seperti 2019, 2020 kan kita enggak impor. Ini mekanisme yang dinamis,” katanya.