Bagi perusahaan publik yang semula Rp 100.000 per hari dengan batas maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 500.000 per hari tanpa batas maksimal.
Begitu pula untuk penasehat investasi, biro administrasi efek, wakil perantara efek, perusahaan efek, dan lembaga penunjang pasar modal lainnya berubah dari yang semula Rp 100.000 per hari dengan maksimal Rp 100 juta menjadi Rp 200.000 per hari tanpa batas maksimal.
Sementara itu, untuk profesi penunjang pasar modal besaran denda keterlambatan tetap Rp 100.000 per hari dengan batas maksimal Rp 100 juta. Djustini mengatakan kebijakan menaikkan denda tersebut merupakan salah satu upaya OJK untuk memberikan efek jera bagi para pelaku pasar modal agar tak melakukan pelanggaran dalam hal penyampaian laporan atau pengumuman.
“Supaya mereka juga jadi taat, karena terlalu mahal untuk kena denda. Itu yang kita coba terapkan dan kita harapkan bisa berhasil,” tuturnya.
Selain itu, OJK juga menaikkan jumlah modal disetor para pelaku pasar modal, termasuk Bursa Efek, Lembaga Kliring Penjaminan (LKP), serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP).
Berdasarkan PP 45/1995, Bursa Efek hanya diwajibkan memiliki modal disetor Rp 7,5 miliar, sedangkan LKP dan LPP sebesar Rp 15 miliar. Adapun mengacu pada aturan OJK yang baru, Bursa Efek wajib memiliki modal disetor tidak kurang dari Rp 100 miliar dan LKP dan LPP Rp 200 miliar. “Ini peraturan sudah terlalu lama, tidak masuk akal lagi untuk sekarang, sehingga kita ubah,” kata Djustini.
BISNIS
Baca: Bos Bank Harda Jelaskan Progress Suntikan Modal dari Perusahaan Chairul Tanjung