Sertifikat tanah elektronik juga menggunakan 2-factor authentification dan tanda tangan elektronik yang menggunakan otorisasi sertifikat oleh Badan Sertifikasi Elektronik (BSRE). Data digital dari Kementerian ATR/BPN digunakan dalam model terenkripsi atau terproteksi dengan algoritma rumit dan dicadangkan secara teratur di dalam pusat data.
Surya Tjandra menerangkan penerapan digitalisasi dalam sertifikat tanah ini nantinya diharapkan bisa memerangi praktik mafia tanah seperti kepemilikan ganda atas suatu lahan. Menurutnya, selama ini mafia tanah bisa beroperasi karena tidak ada kepastian hukum yang jelas di suatu tanah.
Saat ini pemerintah juga menginginkan adanya percepatan legalisasi aset tanah dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di seluruh Indonesia. “Jika sertifikat tanah elektronik sudah efektif berjalan, akan ada kode identitas yang menjelaskan detail kepemilikan pemegang hak tanah,” tambah Surya Tjandra.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej mengatakan sertifikat yang pada hakikatnya adalah tanda bukti kepemilikan bisa menerapkan sertifikat elektronik dan diakui.
"Ini sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 yang berbunyi bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. “Dari sisi hukum, persoalan bukti kepemilikan ini tak ada soal,” tutur Edward.
Jika tanah terdaftar secara daring di sistem, lanjut dia, akan lebih mudah ditemukan data sertifikat tanah dibandingkan dengan data manual dan dengan keamanan data yang berlapis. “Hal ini tentunya bisa mengurangi kecenderungan sertifikat tanah ganda bahkan mafia tanah,” kata Edward.
BACA: Mitigasi Bencana, BPN Revisi Rencana Tata Ruang Daerah di Seluruh Indonesia