TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menjelaskan asal-muasal perusahaan merugi hingga US$ 30 juta per tahun untuk mengoperasikan pesawat Bombardier CRJ 1000. Kerugian itu setara dengan Rp 420 miliar (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS).
“Untuk uang sewanya saja US$ 27 juta. Lalu kita mengoperasikan, pendapatan dari mengoperasikan lebih rendah dari ongkos mengoperasikan. Jadi malah rugi US$ 30 juta,” ujar Irfan saat dihubungi Tempo pada Kamis, 11 Februari 2021.
Irfan mengatakan kerugian dari sisi operasi didorong oleh pelbagai faktor. Misalnya penggunaan pesawat yang tidak efektif karena tidak sesuai dengan karakteristik penumpang Indonesia. Kerugian dirasakan sejak perusahaan pertama kali mengoperasikan pesawat itu delapan tahun lalu.
Garuda pun kini tengah menyelesaikan kontrak dini sewa pesawat dengan lessor, Nordic Aviation Capital (NAC). Namun negosiasi itu masih alot karena lessor meminta nilai penalti yang dianggap Irfan tidak masuk akal.