TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago mengemukakan tiga alasan sulitnya masyarakat beralih ke penggunaan bahan bakar minyak atau BBM ramah lingkungan. Pertama, kata dia, harga BBM dengan kadar oktan tinggi jauh lebih mahal.
“BBM ramah lingkungan seperti Pertamax 92, Pertamax Turbo, dan Dex lebih mahal dibanding BBM kualitas rendah seperti Premium, Pertalite, dan Solar,” ujar Dasrul dalam diskusi bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Juma, 11 Desember 2020.
Harga yang lebih tinggi membuat minat masyarakat terhadap pembelian BBM dengan oktan lebih dari 92 cenderung lemah. Pada 2019, KLHK mencatat penjualan BBM Pertamax Turbo hanya 0,6 persen. Sedangkan persentase penjualan Pertamax RON 92 hanya 11,3 persen.
Sebaliknya, penjualan BBM jenis Pertalite (RON 90) justru merajai dengan angka mencapai 55 persen. Sementara itu, penjualan BBM Premium (RON 88) sedikit berada di bawahnya, yakni 33 persen.
“Masyarakat cenderung membeli BBM dengan oktan rendah meski teknologi motor sekarang sudah tidak sesuai dengan Premium, Pertalite, atau Solar,” ujarnya.
Kendala kedua, Dasrul mengakui varian BBM di Indonesia terlalu banyak. Semestinya, jenis BBM hanya terbatas dan menyesuaikan dengan teknologi kendaraannya. Misalnya, kendaraan dengan standar emisi euro 2-3 dan kendaraan dengan standar euro 4.