TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi senang neraca perdagangan Indonesia periode Januari hingga Oktober 2020 surplus US$ 17,07 miliar. Namun, dia tidak mau cepat puas pada capaian saat ini, karena potensi pasar ekspor yang belum tergarap masih banyak dan sangat besar.
"Kita juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain dalam menangkap peluang ekspor," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual, Jumat, 4 Desember 2020.
Dia mencontohkan pada kopi. Pada 2019, kata dia, Indonesia merupakan produsen kopi terbesar nomor empat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Namun Indonesia tercatat sebagai eksportir terbesar kopi ke delapan di dunia, kalah dengan Brasil, Swiss, Jerman, Kolombia, bahkan Vietnam.
"Jadi potret kinerja ekspor kopi Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Vietnam yang pada 2019 mencapai US$ 2,22 miliar, sedangkan kinerja ekspor kopi Indonesia 2019 berada di angka US$ 883,12 juta," ujar dia.
Hal itu, kata Jokowi, juga terjadi dengan komoditas ekspor yang lain. Indonesia, menurut dia, menjadi produsen garmen terbesar kedelapan di dunia. Tapi kenyataannya, RI hanya menjadi eksportir garmen yang ke-22 terbesar dunia.
Indonesia juga menjadi produsen kayu ringan terbesar di dunia, termasuk jenis kayu sengon dan jambon, tapi jadi eksportir home dekorasi ke-19 terbesar di dunia, kalah dengan Vietnam. Dan hanya 21 terbesar di dunia dalam produk furnitur.