TEMPO.CO, Jakarta - Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik Narkotik Psikotropika dan Zat Adiktif BPOM Nurma Hidayati mengatakan penelitian tentang obat sebelum dan setelah pandemi Covid-19 memiliki perbedaan. Sebelum pandemi, menurut dia, penelitian tersebut membutuhkan waktu yang lebih panjang.
“Kalau dari keadaan normal, sebelum adanya pandemi, penelitian obat bisa butuh waktu 10-20 tahun,” ujar Nurma dalam webinar Marplus Inc pada Selasa, 17 November 2020.
Sedangkan setelah pandemi, Nurma mengatakan ilmuwan mengejar waktu untuk menemukan obat-obat untuk mencegah penularan virus corona. Apalagi hingga kini, belum ada satu pun obat yang terbukti menyembuhkan penyakit yang ditimbulkan akibat virus corona Covid-19.
Penelitian pun dilakukan dengan lebih cepat melalui kolaborasi pelbagai pihak, termasuk pihak internasional. Nurma mengemukakan, kolaborasi penting dilakukan agar penelitian yang dilakukan membuahkan hasil dan tidak hanya berakhir di perpustakaan.
Tak hanya mendorong efektivitas waktu penelitian, pandemi telah memicu ilmuwan dan pelaku usaha farmasi dalam negeri meningkatkan kemandirian bahan baku obat dari sumber-sumber herbal. Selama ini, Indonesia masih bergantung pada bahan baku obat impor yang berbasis kimia.
“Hilirisasi di Indonesia hanya 10 persen. Pengembangan bahan baku 8 persennya didominasi dari bahan tradisional,” ujarnya.