Pasalnya dengan jumlah pesawat yang minim ini harus menjalani perawatan, jadwal penerbangan akan berantakan. Secara berantai kondisi ini juga berdampak kepada kehandalan pelayanan dan perlindungan terhadap hak konsumen.
Alvin berpendapat hambatan kepemilikan pesawat sebelumnya justru dapat melindungi konsumen supaya tidak banyak maskapai bertumbangan yang pada akhirnya tidak memiliki aset untuk mengembalikan dana kepada konsumen yang telah membeli tiket pesawat dan kepada agen perjalanan.
Pemerintah juga sebaiknya mengawasi keuangan, kesehatan dan keselamatan maskapai untuk memenuhi pelaksananaan perawatan pesawat sesuai manual dan standar.
Pemerintah diketahui merombak aturan kepemilikan pesawat bagi maskapai berjadwal, tidak berjadwal, dan khusus angkutan kargo yang sebelumnya telah diatur dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan.
Dalam Pasal 22 ayat (1) berbunyi pemegang izin usaha angkutan udara niaga wajib memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu. Kemudian pada ayat (2), dijabarkan mengenai kepememilikan dan penguasaan pesawat udara dengan jumlah tertentu.
Maskapai berjadwal memiliki paling sedikit 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan sesuai dengan rute yang dilayani.
Baca: Ombudsman Sebut UU Cipta Kerja Berpotensi Korbankan Keselamatan Penerbangan