Sebanyak 01,5 GW berasal dari sumber energi surya atau 0,07 persen dari 207,8 GW. Kemudian sebanyak 6,08 GW atau 8,1 persen dari 75 GW berasal dari energi air; 0,15 GW atau 0,25 persen dari 60,6 GW berasal dari energi bayu atau angin; 1,89 GW atau 5,8 persen dari 32,6 GW berasal dari bioenergi; dan 2,13 GW atau 8,9 persen dari 23,9 GW berasal dari panas bumi. Sedangkan potensi dari energi samudera sebanyak 17,9 GW belum dimanfaatkan sama sekali.
Berly menjelaskan, pemerintah bisa mempercepat bauran EBT karena dalam tiga tahun, pemanfaatan energi hijau menunjukkan tren positif. Pemanfaatan tersebut dapat dioptimalkan untuk sumber energi yang berasal dari surya dan panas bumi.
“Proporsi energi batu bara paling tinggi di ASEAN, itu bisa dikurangi dengan cepat. Indonesia bisa meniru Thailand dan Filipina,” ucap Berly.
Berly menyatakan, Vietnam dalam satu tahun bisa meningkatkan kapasitas energi terbarukannya menjadi 20 kali lipat. Sedangkan Thailand dalam dua tahun meningkatkan komposisi energi terbarukan menjadi empat kali lipat.
Dengan percepatan pemanfaatan EBT, dalam 2-3 tahun, biaya energi yang dikeluarkan digadang-gadang bakal lebih murah ketimbang batu bara maupun diesel. “Apalagi kita negara kepulauan,” kata Berly.
Baca: 1 Tahun Jokowi - Ma'ruf Amin, Ekonom Sebut Omnibus Dinilai Law Kebablasan