TEMPO.CO, Jakarta - Peran besar dan strategis konglomerasi keuangan membawa dampak positif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan. Namun, ketika bisnis konglomerasi itu terganggu, OJK mencemaskan risiko sistemik mengintai perekonomian nasional.
“Jika salah satu anggota konglomerasi kolaps ini bisa berisiko besar terhadap ekonomi, terlebih sebanyak 66,96 persen total aset jasa keuangan dikuasai konglomerasi yang kalau dibedah sebenarnya orang di belakangnya itu-itu saja,” ucap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Kamis 29 Oktober 2020.
Goyahnya konglomerasi keuangan contohnya menjadi salah satu biang kerok krisis ekonomi 2008, yang kala itu dipicu oleh keruntuhan grup bisnis Lehman Brothers di Amerika Serikat. Krisis finansial bahkan bergulir begitu cepat dan menjalar ke berbagai negara lainnya.
Bhima berujar kondisi dapat menjadi kian buruk ketika terdapat tekanan eksternal yang kuat dan berpotensi merontokkan sistem keuangan Indonesia. “Bahkan bisa lebih cepat dari krisis tahun 1998, dampak sistemik ini yang dikhawatirkan.”
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andri Asmoro mengatakan kompleksitas risiko yang dimiliki oleh grup perusahaan jasa keuangan tak terhindarkan karena menjejakkan banyak kaki di lintas sektor. “Karena ketika suatu institusi keuangan punya anak usaha dari berbagai jenis usaha, risiko yang masuk bisa melalui macam-macam kemungkinan,” ujarnya.