9. Status Tenaga Kerja Harian
Omnibus Law, kata Said Iqbal, mengatur hubungan yang fleksibel dengan mudah rekrut dan pecat. Sehingga mungkin saja akan banyak buruh yang berstatus sebagai tenaga kerja harian.
Selain itu, Omnibus Law waktu kerja fleksibel. Hal ini justru akan meningkatkan jumlah pekerja informal di industri padat karya. Misalnya, pabrik boneka, sepatu, baju, tidak lagi mendirikan bangunan pabrik tetapi cukup mendirikan kantor saja.
Pengusaha akan memberikan perintah ke masyarakat atau buruh yang bekerja dari rumah alias home industry. Dengan sistem seperti ini, tidak ada lagi perlindungan untuk buruh. "Upah hanya dibayarkan seenaknya dan tidak ada jamian kesehatan dan jaminan pensiun," kata dia.
10. Tenaga Kerja Asing
KSPI menilai Omnibus Law menghilangkan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk memiliki izin. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 42 Ayat (1) UU 13 tahun 2003 bahwa Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Tetapi dalam Omnibus Law diubah dengan hanya memiliki pengesahan RPTKA. Tidak lagi memerlukan izin seperti dalam aturan sebelumnya. "Jelas ini akan mempermudah TKA masuk. Apalagi praktiknya, saat ini saja TKA unskill sudah banyak yang masuk," ujar dia.
11. Buruh Dilarang Protes
Hal ini menurut Said Iqbal adalah dampak dari meluasnya buruh outsourcing dan kontrak. "Karyawan kontrak itu, kalau banyak protes pasti tidak akan diperpanjang kontraknya."
12. Hari Libur
KSPI menilai dampak dari penerapan jam kerja yang fleksibel dan upah per jam berpotensi membuat buruh bisa diminta bekerja pada hari libur.
Baca: Airlangga Hartarto: Banyak Hoaks UU Cipta Kerja, Upah Minimum Tak Dihapus