TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI Said Iqbal menjelaskan 12 alasan buruh menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Pasalnya, ia mengatakan beredar informasi bahwa 12 alasan tersebut adalah informasi hoaks.
"Dalam hal ini kami akan memberikan penjelasan, bahwa ke-12 hal itu bisa saja terjadi manakala Omnibus Law diberlakukan. Mari kita kupas satu persatu beserta pasal dan fakta yang sebenarnya agar semua jelas," ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Oktober 2020.
1. Uang Pesangon Dikurangi
Said Iqbal mengatakan fakta tersebut diakui sendiri oleh pemerintah dan DPR. "Uang pesangon dari 32 kali dikurangi menjadi 25 kali, yaitu 19 dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan," katanya.
Pengurangan terhadap nilai pesangon, kata Said Iqbal, jelas-jelas merugikan kaum buruh. "KSPI berpandangan, ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon sebesar 6 bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya?" ujar dia.
Selain itu, lantaran beleid itu memungkinkan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka kemungkinan besar tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Sehingga, pesangon pun dengan sendirinya hilang.
2. Upah Minimum
Said Iqbal mengatakan faktanya Upah Minimum Sektoral, yaitu UMSP dan UMSK dihapus. Sedangkan Upah Minimum Kota/Kabupaten ada persyaratan. Ia menilai penghapusan upah minimum sektoral tersebut tidak adil lantaran akan menyamaratakan semua sektor industri.
"Sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai Upah Minimum-nya menjadi sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara," kata dia.