TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti mengatakan investasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek atau RITJ sekitar Rp 800 triliun.
"Kalau bicara investasi, investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan RITJ yang nantinya kalau 2029 itu semua terlaksana," kata Polana dalam diskusi virtual, Sabtu, 19 September 2020.
Dia menuturkan tugas BPTJ adalah mengkoordinasikan kebutuhan di dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek. Dalam RITJ itu, kata dia, sudah ada rincian kegiatan, termasuk biayanya.
Dia berharap tidak hanya perusahaan swasta yang bisa berkontribusi, tapi juga pengembang. Namun, menurutnya, hal itu masih sekadar ide.
"Pengembang itu mendapatkan konsesi TOD (transit oriented development), tapi juga diharapkan punya kewajiban untuk membangun fasilitas transportasi publik," ujarnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendorong swasta mengembangkan transportasi di Jabodetabek. "Kami ini sedang mendorong swasta ikut. Jangan ini dibiarkan pada pemerintah dari APBN atau APBD, oleh karenanya kami sudah juga memberikan buy the service," kata Budi Karya.
Dia menjelaskan buy the sevice merupakan skema pemerintah memberikan subsidi pada angkutan umum, khususnya bus pada jalur-jalur yang belum favorit. Dengan begitu pada saat di lokasi tersebut terjadi load faktor tinggi dan sudah ekonomis, baru buy the service dipindahkan ke tempat lain.
"Dan ini kita upayakan multi year," ujarnya.
Sehingga, kata dia, pihak yang yang mendapatkan amanah dari buy the service bisa menjaminkan kerja dari Kementerian Perhubungan untuk mendapatkan bus.
"Di situ lah swasta akan dilibatkan," kata dia.
HENDARTYO HANGGI