Karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta. Pada 1963, bersama rekan terbaiknya, Petrus Kanisius Ojong (P.K. Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia.
Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaan yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965. Hingga lebih dari setengah abad kemudian Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri, Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Baginya, “Wartawan adalah Profesi, tetapi Pengusaha karena Keberuntungan.”
Semasa hidup, Jakob Oetama dikenal sebagai sosok sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawan, ia dipandang sebagai pimpinan yang ‘nguwongke’ dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Ia berpegang teguh pada nilai Humanisme Transendental yang ditanamkannya sebagai fondasi Kompas Gramedia.
Corporate Communication Director Kompas Gramedia Rusdi Amra menyebutkan idealisme dan falsafah hidupnya telah diterapkan dalam setiap sayap bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
Indonesia. “Jakob Oetama adalah legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan serta nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia," katanya seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Jakob Oetama juga menjadi teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik bangsa Indonesia. "Walaupun kini beliau telah tiada, nilai dan idealismenya akan tetap hidup dan abadi selamanya,” ucap Rusdi.
Baca: PT INTI Tak Bayar Gaji Karyawan 7 Bulan, Erick Thohir Ambil Langkah Mitigasi Ini