TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance atau Indef mencatat angka pekerja formal sebanyak 52 juta orang atau 43,5 persen dari total jumlah pekerja pada Februari 2020. Sisanya, jumlah pekerja informal mengambil porsi 56,5 persen.
Menurut peneliti Indef, Rusli Abdullah, para pekerja informal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena jumlah mereka lebih banyak. "Pemerintah semestinya mengangkat para pekerja informal ini," kata dia, dalam diskusi virtual, Selasa, 8 September 2020.
Seharusnya, menurut Rusli, Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN 2020 maupun Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau RAPBN 2021 mencerminkan perhatian pemerintah terhadap pekerja informal tersebut.
Rusli menjelaskan, hal tersebut yang belum tampak. Ia mencontohkan, pemerian bantuan subsidi gaji mensyaratkan pekerja swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta, yang terdaftar di BP Jamsostek. "Hanya menyasar pekerja formal," ucapnya.
Padahal, ia menambahkan, dari data Februari itu menunjukkan angka pekerja informal lebih tinggi. Sehingga kebijakan pemberian bantuan bagi pekerja yang juga peserta BP Jamsostek dengan gaji di bawah Rp 5 juta dianggap kurang tepat.
Sebelumnya, Rusli mengkritisi upaya pemerintah memitigasi dampak pandemi terhadap tingkat pengangguran. Pada Februari 2020 sebelum Covid-19 jumlah penganggur mencapai 5,2 persen. Target rate bawahnya mencapai 4,88 persen dan rate tingginya sebesar 5 persen.
Sementara pada RAPBN 2021 target pengangguran dengan rate bawah sebesar 7,7 persen dan rate tingginya 9,1 persen. "Ini adalah target pengangguran yang tertinggi. Ini menunjukkan pemerintah menyadari dampak dari Covid-19 sangat dahsyat bagi pengangguran," ujarnya.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI
Baca: Masa Pandemi Alokasi Dana Infrastruktur Tertinggi, Faisal Basri: Gila Luar Biasa