TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menerangkan, kebijakan bank sentral terkait pembiayaan fiskal akan berdampak ke inflasi. Namun, dampak itu baru akan mulai dirasakan pada tahun depan.
"Dampak pembiayaan BI di fiskal ke inflasi. Catatan kami, inflasi karena dampak uang beredar itu akan panjang, butuh waktu. Perkiraan kami belum akan terjadi di 2020, tapi akan terjadi di 2021," ujar Dody dalam rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 2 September 2020.
Untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini, pemerintah dan bank sentral telah sepakat bahwa Bank Indonesia dapat membeli Surat Berharga Negara di pasar perdana. Di samping itu, BI dan pemerintah juga telah menyepakati kebijakan berbagi beban biaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dody mengatakan, dampak pembiayaan Bank Indonesia tersebut telah dimasukkan dalam perhitungan untuk memperkirakan angka inflasi tahun depan. Bank sentral memperkirakan inflasi tahun depan masih tetap rendah. "Pada respons kebijakan, dalam kondisi seperti ini inflasi tetap rendah. BI tak merasa perlu untuk menyegerakan kebijakan ketat dalam mengelola likuiditas," ujar Dody.
Dalam paparannya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan laju inflasi tahun depan akan tetap rendah. Pada Agustus 2020, angka inflasi tercatat rendah yakni 1,32 persen (year on year). Adapun pada akhir tahun 2020 diperkirakan akan berada di batas bawah kisaran sasaran 3 persen plus minus 1 persen.
Rendahnya tekanan inflasi bulan lalu, kata Perry, dipengaruhi oleh melambatnya permintaan di tengah panen raya, serta konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. "Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dalam sasarannya sebesar 3 persen plus minus 1 persen pada tahun 2021," ujar dia.