Chairman dan Presiden Asosiasi Perencana Keuangan IARFC atau International Association of Register Financial Consultant Indonesia Aidil Akbar Madjid sebelumnya menjelaskan perencana keuangan independen dan firma perencana keuangan tidak terikat atau terafiliasi dengan institusi atau produk keuangan manapun. Dia menekankan, sesuai nama dan gelar profesinya, perencana keuangan bertugas membantu nasabah melakukan perencanaan dan edukasi kepada masyarakat.
“Perencana keuangan dilarang dan tidak dalam kapasitas dan posisinya untuk mengelola uang nasabah ataupun melakukan transaksi jual-beli portofolio nasabah, apalagi melakukannya dengan kuasa penuh, meskipun telah diberi kuasa oleh nasabah,” ujar Aidil.
Untuk dapat mengelola uang nasabah dan transaksi jual beli dibutuhkan lisensi khusus. Lisensi itu meliputi Wakil Manajer Investasi dan Wakil Perantara Pedagang Efek yang bekerja di perusahaan efek. Pemilik dua lisensi itu tidak bisa mengaku diri sebagai independen.
Kasus Jouska muncul sejak pertengahan Juli lalu. Merebaknya kasus ini di antaranya dimulai sejumlah klien perusahaan perencana keuangan tersebut yang mengeluhkan kinerja investasinya yang jeblok. Padahal, nilainya tak sedikit.
Dalam operasinya, Jouska diduga melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal yaitu pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan Jouska melakukan kerjasama dengan PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan Manajer Investasi (MI).
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS
Baca juga: Bos Jouska: Pasar Modal Seperti Rumah Kedua Bagi Saya