Bukan hanya pendidikan S1, Aakar juga mengaku tak menyelesaikan ujian-ujian sertifikasi, meskipun ia mengklaim telah mengambul kelas-kelas tersebut. "Untuk sertifikasi sebenarnya kelas-kelasnya sudah diambil, tapi ujiannya sekali lagi saya memegang teguh prinsip kerja di industri finance itu license of certification," ujarnya.
Jadi misalnya, kata Aakar, untuk menjadi broker saham tidak perlu punya Chartered Financial Analyst alias CFA, melainkan cukup memegang izin Wakil Perantara Pedagang Efek atau WPPE. Lagipula, menurutnya, sertifikasi sejatinya tersedia setiap tahun.
"Kayak beberapa tahun terakhir ada sertifikasi CSA security analyst. Kemudian CTA trading analyst yang dikeluarkan beberapa lembaga sertifikasi. Itu satu proses yang menurut saya endless learning," ujar Aakar. Ia berpandangan ilmu mengenai finansial bisa diperoleh dari mana saja, yang penting ia tidak melanggar perkara lisensi.
Nama Aakar menyeruak menjadi perbincangan masyarakat seiring dengan mencuatnya Kasus Jouska muncul sejak pertengahan Juli lalu. Merebaknya kasus ini di antaranya dimulai dari tak sedikit klien perusahaan perencana keuangan tersebut mengeluhkan kinerja investasinya yang jeblok dengan nilai tak sedikit.
Dalam operasinya, Jouska melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Otoritas Jasa Keuangan menemukan Jouska melakukan kerjasama dengan PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan Manajer Investasi (MI).
Baca juga: Selesaikan Kasus Klien Jouska, Aakar Abyasa Mengaku Telah Gelontorkan Rp 13 M
CAESAR AKBAR