Idaman menjelaskan, selama 15 tahun menjadi nasabah Bumiputera, ia tak pernah telat membayarkan premi asuransi. Dari catatannya, total uang yang harus dibayarkan Bumiputera sekitar Rp 200 juta. Ia juga masih punya klaim asuransi Bumiputera lainnya dan belum ditagih sebesar Rp 500 juta.
"Itu untuk masa depan anak-anak saya kuliah dan hari tua saya," tutur Idaman. "Kita kayak dipingpong gitu."
Terlebih saat pandemi Covid-19 melanda, kondisi keuangan ibu dengan tiga anak ini semakin terpuruk. Pemasukan dari usaha dagangnya terputus.
Oleh karena itu ia sangat berharap kedatangannya ke Komisi XI DPR dalam rapat dengar pendapat bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mendapat penjelasan pelunasan klaim asuransi Bumiputera itu. "Karena kami butuh duit. Kami mengharapkan uang dari sini, Bumiputera," ucapnya.
Hal senada disampaikan Risa Pribadi. Nasabah Bumiputera ini menuturkan pemutusan kontrak dengan Bumiputera berlangsung sejak 2018. Ia terpaksa memutus kontrak itu dengan alasan tak mampu membayar biaya premi Rp 14 juta per tahun.
Pemutusan kontrak berlangsung setelah suaminya berhenti sebagai Tenaga Kerja Indonesia atau TKI di Qatar. "Kita enggak mampu bayar 14 juta setahun. Karena enggak mampu bayar, saya minta berhenti karena nanti ditagih-tagih atau gimana gitu," tutur Risa.