Dengan fakta tersebut, maka UU 40/2014 telah menutup peluang badan hukum Usaha Bersama menjadi penyelenggara asuransi kecuali terhadap AJB Bumiputera yang telah ada sejak tahun 1912. Untuk mengatur hal-hal pokok terkait usaha bersama yang hanya ada satu-satunya tersebut, pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) memandang pengaturan dalam UU 40/2014 telah memenuhi asas kepastian hukum bagi AJB BP sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 32 tahun 2013.
Dengan pertimbangan tersebut, Pemerintah memohon MK untuk menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard). Selain itu MK dimohon untuk menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan UU 40 Tahun 2014 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Uji materi diajukan oleh delapan orang anggota Badan Perwakilan Anggota Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 atau BPA kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada pertengahan April 2020 lalu. Kedelapan pemohon tersebut merupakan anggota BPA yang mewakili para pemegang polis di delapan daerah pemilihan (DP), dari total 11 DP BPA.
Ketua BPA Nurhasanah yang merupakan Anggota BPA DP III tercantum sebagai pemohon I. Selain itu terdapat Ibnu Hajar dari DP I, Maryono dari DP VII, Achmad Jazidie dari DP VII, Habel Melkias Suwae dari DP XI, Gede Sri Darma dari Dapil VIII, Septina Primawati dari DP II, dan Khoerul Huda dari DP IX.
Baca juga: Klaim Tak Kunjung Dibayar, Nasabah Bumiputera Cerita 17 Tahun Tertib Bayar Polis