TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan angkat bicara menanggapi tawaran dari perusahaan milik Aburizal Bakrie, yakni Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya, yang ingin melunasi utang dengan aset tanah.
Saat ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN Kementerian Keuangan mengaku masih akan melihat nilai aset tanah tersebut. "Kalau aset yang ditawarkan tidak bisa dinilai, kami akan meneruskan tagih pembayaran tunai," kata Direktur Jenderal DJKN Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta saat dihubungi Tempo, Ahad, 26 Juli 2020.
Pemerintah mencatat total utang perusahaan Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya hingga akhir 2019 sebesar Rp 1,9 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok senilai Rp 773,38 miliar, denda senilai Rp 981,42 miliar, dan bunga Rp 163,95 miliar.
Terakhir, Lapindo tercatat baru membayar utang kepada pemerintah senilai Rp 5 miliar. Utang tersebut terkait dana talangan yang digelontorkan perseroan untuk warga yang terdampak semburan lumpur Lapindo.
Isa mengatakan pemerintah masih berpikir untuk menerima usulan karena penyelesaian aset atau asset settlement yang ditawarkan adalah aset di wilayah terdampak tertimbun lumpur di Sidoarjo yang belum bisa ditentukan nilainya.