TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkapkan, melonjaknya minat masyarakat untuk bersepeda bisa berdampak positif terhadap peningkatan kinerja industri pariwisata. Sebab, aktivitas gowes yang dilakukan secara berkelompok dapat mempopulerkan destinasi pelancongan baru.
“Kalau melihat konteks pariwisata, para pesepeda ini biasanya mencari tempat wisata yang potensial dan belum pernah dikunjungi. Jadi sepeda dan sektor wisata itu klop,” tutur Ganjar dalam diskusi virtual bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pada Selasa petang, 7 Juli 2020.
Ganjar menjelaskan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah lama memiliki sejumlah agenda yang berhubungan dengan komunitas sepeda dan pariwasata. Misalnya, kata dia, Tour de Borobudur. Kegiatan ini diklaim sudah berlangsung rutin selama belasan tahun.
Sejumlah pebalap sepeda melintasi Jembatan Sungai Bengawan Solo pada Etape pertama Tour de Indonesia 2019 di Solo, Jawa Tengah, Senin 19 Agustus 2019. Tour de Indonesia 2019 diikuti pebalap sepeda dari 22 negara dan akan melewati lima etape dari Candi Borobudur dan berakhir di Batur UNESCO Global Geopark, Bali dengan total jarak tempuh 825,2 Km. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Adapun munculnya kegiatan ini digadang-gadang mampu mendongkrak kunjungan wisata ke Jawa Tengah, baik untuk wisatan asing maupun wisatawan domestik. Dalam skala yang lebih kecil, Ganjar menyebut bahwa daerahnya memiliki komunitas pesepeda yang aktivitasnya difokuskan untuk wisata kuliner.
“Jadi mereka ini mencari tempat-tempat makan enak di Jawa Tengah,” tuturnya. Kelompok tersebut juga berperan menggerakkan subsektor pariwisata kuliner hingga daerah-daerah yang tidak populer.
Lebih lanjut, menurut Ganjar, agenda-agenda yang berhubungan dengan sepeda menjadi ruang bagi masyarakat untuk bersilaturahmi. Namun, di masa pandemi ini, ia menekankan bahwa pemerintah belum berencana membuka kembali pergelaran gowes. Bahkan, kata dia, agenda akbar Tour de Borobudur pun akan dilakukan secara virtual.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi sebelumnya mengatakan tren bersepeda melonjak di kalangan warga perkotaan pada masa pandemi corona. Namun, pemakaian kendaraan non-bahan bakar ini masih sebatas kepentingan gaya hidup.
“Di Indonesia saya melihat ada peningkatan, namun hanya dari sisi pembelian. Sepeda digunakan lebih untuk kegiatan olahraga atau mungkin foto-foto,” tutur Budi.
Adapun tren sepeda di Indonesia, kata dia, belum digunakan untuk menunjang mobilisasi atau pergerakan sehari-hari. Misalnya sebagai alternatif pengganti transportasi kereta atau moda lainnya.
Meski begitu, Budi menyatakan meningkatnya minat bersepeda mendorong pemerintah merancang regulasi khusus. Draf beleid ini akan melewati proses uji publik pada pekan depan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Kota Bandung.
Budi Setiyadi mengatakan, ada tiga hal yang akan diatur oleh Kementerian terkait kegiatan bersepeda. Ketiganya adalah persyaratan teknis bersepeda, tata cara bersepeda, hingga fasilitas pendukung sepeda.
Di samping itu, Kementerian akan mengelompokkan sepeda menjadi dua jenis dengan aturan yang berbeda. Di antaranya sepeda untuk umum dan sepeda untuk kepentingan balap atau sepeda gunung. Nantinya, tutur Budi, pemerintah pusat bakal memberikan kelonggaran bagi daerah untuk menyesuaikan aturan sesuai dengan kondisi lingkungannya masing-masing.