TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra menyebutkan bisnis penerbangan sudah mulai bergerak tapi masih jauh dari kondisi normal. Oleh karena itu muncul opsi pemutusan karyawan kontrak sebagai langkah efisiensi perusahaan.
“Memang opsi pemutusan karyawan kontrak yang kembali berakhir masa kerjanya bisa terjadi, namun kewajiban tetap kami jalankan. Jika memang pada Juli penerbangan tidak signifikan bergerak,” kata Irfan, Kamis, 2 Juli 2020.
Langkah merumahkan karyawan yang kontraknya berakhir pada bulan ini dilakukan bila kondisi keuangan maskapai belum mengalami perbaikan. Hal tersebut untuk menghindari keputusan yang lebih serius yakni pemutusan hubungan kerja (PHK).
Maskapai pelat merah itu sebelumnya telah merumahkan sementara waktu sekitar 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) selama 3 bulan terhitung sejak 14 Mei 2020.
Kebijakan merumahkan karyawan dengan status PKWT tersebut merupakan upaya lanjutan yang mesti ditempuh disamping upaya-upaya strategis lain yang telah dilakukan. Kondisi tersebut untuk keberlangsungan perusahaan tetap terjaga di tengah kondisi operasional penerbangan yang belum kembali normal sebagai dampak pandemi covid-19.
Berdasarkan keterbukaan informasi publik, perusahaan berkode saham GIAA ini menyebutkan memiliki sebanyak 7.600 karyawan hingga pertengahan Mei 2020. Berdasarkan jumlah tersebut, kondisi karyawan yang dilakukan PHK selama periode Januari 2020 hingga pertengahan Mei tersebut sebanyak 18 orang.
Maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut juga mencatat hingga Mei 2020 mengalami penurunan penumpang hingga 90 persen dan menyisakan hanya 10 persen. Tak hanya itu, pesawat yang dikandangkan hampir menyentuh di level 75 persen. Jumlah pesawat yang terbang dan pesawat yang parkir berbanding terbalik dibandingkan dengan pada tahun-tahun sebelumnya.
BISNIS