Sementara, Destructive Fishing Watch (DFW) mencatat sudah ada 31 kasus kekerasan terhadap ABK selama 8 bulan terakhir, November 2019 sampai Juni 2020. 21 selamat, 7 meninggal, dan 3 hilang.
Sehingga, Diani pun mendorong pemerintah pusat agar benar-benar memperhatikan kasus seperti ini agar tidak terjadi lagi. Ia meminta semua kementerian bekerja sama, tidak jalan sendiri-sendiri seperti saat ini. "Kementerian Kelautan dan Perikanan punya regulasi sendiri, Kementerian Ketenagakerjaan juga punya regulasi, ego sektoral," kata dia.
Terakhir, Diani pun meminta Kementerian Ketenagakerjaan segera meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) 188 untuk memberikan perlindungan hukum bagi ABK. Bukan hanya Diani, organisasi seperti Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) juga telah lama menyuarakan hal ini.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mendapat kabar soal dugaan penyiksaan yang dialami oleh Andri dan Reynalfi. KKP pun mendorong agar perusahaan perekrut diproses dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). "Karena ada unsur penipuan yang mengakibatkan eksploitasi," kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi kepada Tempo.
Menurut dia, kedua ABK direkrut oleh PT Duta Putra Group atau PT Dasa Putra. Perusahaan ini beralamat di Jakarta. Informasi saat ini, izin perusahaan diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. "Tapi masih perlu divalidasi," kata dia.
Sampai saat ini, Tempo pun masih berupaya menghubungi PT Duta Putra Group ini, maupun Kemenaker soal izin yang diterbitkan.