TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menyatakan sejumlah emiten di pasar modal akan memiliki outstanding utang jatuh tempo pokok dan bunga obligasi pada Juni hingga Desember 2020. Totalnya mencapai Rp 117 triliun.
"Ini emiten BUMN dan non-BUMN," kata Hoesen dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 3 Juni 2020.
Namun, Hoesen tidak merinci daftar emiten yang akan menghadapi utang jatuh tempo tersebut. Namun beberapa antisipasi sudah dilakukan. Mulai dari ketepatan waktu membayar hingga melakukan beberapa restrukturisasi.
Hoesen memastikan mekanisme terhadap penyelesaian utang jatuh tempo ini sudah tersedia. Namun saat ini, masalah likuiditas di koperasi memang masih menjadi pembicaraan. "Kami memantau terus, koordinasi dengan investor lokal dan global," ucapnya.
Utang jatuh tempo ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi sejumlah emiten. Salah satunya perusahaan pelat merah seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dengan kode emiten GIAA.
Garuda Indonesia tercatat memiliki utang obligasi dalam dolar Amerika Serikat (AS) yang jatuh tempo pada Rabu kemarin, 3 Juni 2020. Nilainya mencapai US$ 500 juta atau setara Rp 7 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menyebut pilihan yang paling mungkin dilakukan Garuda Indonesia, adalah refinancing. Lewat cara ini, Garuda menerbitkan surat utang lagi untuk membayuar utang jatuh tempo tersebut alias gali lubang tutup lubang.
Tapi sejak akhir Mei 2020, Garuda Indonesia telah mengajukan surat permintaan ke Singapura Exchange untuk memperpanjang tenor pelunasan global suku senilai US$ 500 juta tersebut. Namun belum diketahui keputusan final dari pengajuan restrukturisasi utang ini.