TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan penanganan Covid-19 dan berbagai langkah strategis pemulihan ekonomi membawa konsekuensi adanya tambahan belanja. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar jajarannya berhati-hati dalam mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Sebab, perubahan postur anggaran akan berdampak pada peningkatan defisit. "Saya meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Kepala Bappenas lakukan kalkulasi lebih cermat, detail, dan matang terhadap risiko fiskal ke depan," ujar Jokowi via telekonferensi, Rabu, 3 Juni 2020.
"Saya tekankan lagi, perubahan postur APBN dilakukan secara hati-hati, transparan, akuntabel sehingga APBN 2020 bisa dijaga, dipercaya dan tetap kredibel," kata Jokowi.
Pemerintah menganggarkan dana untuk program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 641,17 triliun. Angka itu membengkak dari rencana semula yang hanya Rp 491,55 triliun.
Sementara, pemerintah juga telah mengubah postur APBN 2020 demi mengimplementasikan refocusing dan realokasi anggaran. Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Dalam Perpres tersebut, perubahan terjadi pada pos pendapatan, belanja, surplus atau defisit anggaran, hingga pembiayaan anggaran. Pendapatan negara yang semula diasumsikan mencapai Rp 2.233,2 triliun, kini turun 21,1 persen menjadi Rp 1.760,88 triliun.
Pendapatan negara bersumber dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan sebesar Rp 1.462,62 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 297,75 triliun, dan penerimaan hibah Rp 498,74 triliun.
Sementara belanja negara di APBN yang semula dipatok di angka Rp 2.540,4 triliun, kini naik 2,88 persen menjadi Rp 2.613,81 triliun. Belanja terbagi atas pengeluaran pemerintah pusat mencapai Rp 1.851,1 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Rp 852,93 triliun.