TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memiliki empat strategi untuk pemulihan ekonomi pedesaan pasca pandemi virus corona atau Covid-19.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan strategi pertama untuk pemulihan pedesaan meliputi Intensifikasi, Ekstensifikasi dan Sindikasi. Apalagi, Badan pangan dunia (FAO) telah memperingatkan soal ancaman kekurangan pangan dunia.
"Faktornya, di samping kekeringan juga faktor bangkitnya nasionalisme baru, dari globalisasi ke de-globalisasi. Hal imbas dari pandemi Covid-19, di mana setiap negara berpikir untuk negaranya sendiri, seperti mencukupi kebutuhan pangan sendiri sebelum ambil langkah ekspor," kata Abdul Halim dalam keterangan resmi Minggu, 24 Mei 2020.
Menurutnya, hal tersebut dapat memberi dampak positif bagi kemandirian negara. Pasalnya, setelah Covid-19 ini, Indonesia tersadarkan jika 99 persen produk obat di Indonesia itu berasal dari luar negeri.
"Ini sesuatu yang menggelikan pasalnya sumber daya alam kita sungguh luar biasa. Sisi lain, kita bicara kelangkaan APD, Baju Hasmat, Masker dan seterusnya. Kita baru sadar jika produk APD, Indonesia menempati peringkat kedua terbesar tetapi semua di ekspor," ujarnya.
Adanya kesadaran baru yang dihadapkan dengan fakta-fakta yang luar ini membuat Indonesia mau tidak mau harus benar-benar mandiri, termasuk soal ketahanan pangan. Maka, Pemerintah fokus selesaikan urusan pangan di desa maka selesaikan persoalan pangan di Indonesia karena Indonesia adalah Desa dan Desa adalah Indonesia.
Konteks intensifikasi, Kemendes PDTT sudah lakukan upaya untuk meningkatkan nilai produk-produk pertanian di daerah-daerah transmigrasi. Kemendes PDTT telah lakukan pemetaan produk pertanian, utamanya tanaman pangan.
"Hal ini bertujuan meningkatkan produksivitas hasil pertanian, dari tiga ton pertahun menjadi enam ton per tahun dengan dua kali musim panen," jelasnya.
Kemendes PDTT miliki lahan di wilayah transmigrasi yang bisa digunakan untuk ekstensifikasi. Hal ini bakal memberi efek domino, yaitu perluas lahan pertanian dan bakal meningkatkan produksi para transmigran yang berefek pada naiknya penghasilan.
Langkah kedua, meningkatkan revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Langkah ini strategis karena saat ini sekitar 50 ribu desa telah miliki Bumdes yang miliki core bisnis yaitu Desa Wisata dan Produk Unggulan.
"Yang paling bagus adalah desa wisata karena kebutuhan berwisata masyarakat kita itu sangat tinggi. Hampir semua desa-desa wisata yang dikelola oleh Bumdes itu maju," katanya.
Soal produk unggulan desa, lanjutnya, potensinya sangat luar biasa. Bahkan Bumdesma di Buton Utara pun telah lakukan ekspor perdana kopra putih ke China.
"Selain kopra, Vanila produksi Indonesia pun tidak kalah dari Madagaskar. Namun, produk ini pernah jatuh karena ulah tengkulak yang coba bermain curang dan diketahui negara tujuan hingga berimbas kurangnya kepercayaan berkurang," terangnya.
Langkah ketiga, Kemendes PDTT terus berupaya bangun Digitalisasi Ekonomi Desa dengan menggandeng e-commerce global seperti Tokopedia dan Shopee. "Apalagi di situasi Covid-19 seperti ini, pemasaran produk unggulan desa bisa tetap dilakukan," imbuhnya
Keempat, Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk PKTD ini yaitu tenaga kerja harus berasalh kelompok miskin, pengangguran dan kelompok marjinal lain.
PKTD ini pada hakikatnya adalah bentuk pekerjaan yang bersifat massal untuk tujuan pembangunan tertentu, termasuk desa wisata. "Inilah strategi untuk bangkitkan ekonomi desa pasca Covid-19 yang tentu saja butuh tahapan-tahapan. Saat grafik Covid-19 flat kemudian penurunan, pasti ada proses relaksasi," jelasnya.