TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengklaim pemerintah bisa meraup untung dari diturunkannya harga gas industri menjadi US$ 6 per MMBTU mulai 1 April 2020. "Kami lihat dalam lima tahun, yaitu 2020-2024, pemerintah akan bisa memiliki kelebihan Rp 3,25 triliun," kata Arifin dalam rapat bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 4 Mei 2020.
Arifin menyadari bahwa penurunan harga gas itu selaras dengan turunnya pendapatan pemerintah dari sektor hulu. Diperkirakan penurunan pendapatan tersebut bisa mencapai Rp 121,78 triliun. Namun, ia melihat penurunan itu akan disubstitusi dari penghematan subsidi listrik dan kompensasi listrik, juga dari kebijakan konversi pembangkit listrik BBM ke gas.
Di samping itu, Arifin juga membidik adanya kenaikan pendapatan dan deviden dari sektor industri pengguna gas, akibat meningkatnya aktivitas di sektor tersebut setelah harga gas lebih murah.
Setidaknya, Arifin memperkirakan kenaikan penerimaan dan penghematan itu akan bernilai sekitar Rp 125,03 triliun. Rinciannya, Rp 13,07 triliun berasal dari konversi pembangkit listrik diesel ke gas, Rp 74,25 triliun dari penurunan kompensasi kelistrikan, Rp 7,5 triliun dari pajak dan dividen dari industri, serta Rp 30,21 triliun dari penghematan subsidi pupuk dan listrik.
Harga gas industri ditetapkan di level US$ 6 per MMBTU setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Beleid tersebut merupakan pelaksanaan dari hasil rapat terbatas pada 18 Maret 2020, yang memutuskan penyesuaian harga gas untuk industri termasuk kebutuhan PT PLN (Persero). Di aturan itu juga disebutkan ada tujuh sektor yang mendapat harga gas tersebut yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Dalam kebijakan itu juga diatur mengenai kriteria industri yang mendapat gas tertentu.
Industri yang selama ini mendapat harga tinggi, diturunkan menuju atau mendekati US$ 6 per MMBTU. Ini tergantung seberapa besar kemampuan penyesuaian harga hulu dan biaya transportasi. Tetapi bagi industri yang sudah mendapat harga di bawah US$ 6 per MMBTU, tetap berlaku dan tidak harus naik.
CAESAR AKBAR | ANTARA