TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai paket stimulus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari Presiden Joko Widodo dikritik sejumlah pengusaha. Paket bantuan di tengah Covid-19 ini dinilai terlambat dan tidak terorganisir.
“Stimulusnya telat, harus sebulan yang lalu,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang CSR dan Persaingan Usaha, Suryani S. Motik dalam acara Perspektif Indonesia Smart FM di Jakarta, Sabtu, 2 Mei 2020.
Sebelumnya pada 29 April 2020, Jokowi telah mengumumkan lima skema baru perlindungan UMKM di tengah hantaman pandemi Covid-19. Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Prakerja untuk UMKM yang masuk kategori miskin dan kelompok rentan.
Skema kedua, pemberian insentif perpajakan bagi pelaku UMKM yang omzetnya masih di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. “Saya kira di sini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final untuk UMKM dari 0,5 persen menjadi 0 persen selama periode 6 bulan dimulai dari April sampai September 2020,” kata Jokowi.
Skema ketiga, pemberian relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai program. Keringanan yang diberikan antara lain dalam bentuk penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima KUR, kredit ultra mikro, atau UMi, PNM Mekaar yang jumlahnya 6,4 juta, dan di pegadaian juga ada 10,6 juta debitur.
Baca Juga:
Kemudian, skema keempat mengenai perluasan pembiayaan bagi 23 juta UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja darurat. Terakhir, skema kelima yakni kementerian/lembaga/BUMN dan Pemda harus menjadi “bumper” dalam ekosistem usaha UMKM terutama dalam tahap awal pemulihan.