TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati memperkirakan pendapatan perusahaan akan melorot tajam pada tahun ini. Menurut dia, terdapat dua skenario perkiraan penurunan pendapatan di tengah pandemi Corona atau Covid-19 ini.
"Dari skenario berat, penurunan pendapatan perusahaan jika dibandingkan RKAP itu 38 persen. Untuk skenario sangat berat, penurunannya 45 persen dibandingkan RKAP," kata Nicke dalam rapat virtual dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Kamis, 16 April 2020.
Nicke menerangkan, yang dimaksud simulasi berat, yaitu asumsi harga ICP sebesar US$ 38 per barel dengan nilai tukar rupiah Rp 17.500 per dolar Amerika Serikat. Dari segmen bisnis hulu potensi akan turun 57 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 43 persen secara year on year.
Dari sisi bisnis hilir Pertamina, potensi akan turun 38 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan -31 persen secara year on year. Sedangkan dari sisi bisnis subholding gas potensi akan turun 13 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan 1 persen secara year on year.
Dari sisi bisnis finansial dan service subs, potensi akan turun 40 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 56 persen secara year on year. Jadi rata-rata potensi penurunan pendapatan Pertamina sebesar 38 persen dengan pertumbuhan minus 30 persen.
Sedangkan simulasi sangat berat, yaitu saat asumsi harga ICP sebesar US$ 31 per barel dengan nilai tukar rupiah Rp 20.000 per dolar AS. Dari segmen bisnis hulum potensi akan turun 59 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 46 persen secara year on year.
Dari sisi bisnis hilir potensi akan turun 46 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 42 persen secara year on year. Dari sisi bisnis subholding gas potensi akan turun 14 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 0,10 persen secara year on year.
Dari sisi bisnis finansial dan service subs potensi akan turun 47 persen dari RKAP 2020 dan dengan pertumbuhan minus 62 persen secara year on year. Jadi, rata-rata potensi penurunan pendapatan Pertamina sebesar 45 persen dengan pertumbuhan -39 persen.
"Pertamina juga mendapatkan triple shock yang berdampak pada bisnis tahun ini. Pertama, over supply, jadi harga minyak turun hampir setengah. Lalu kedua penurunan demand dalam negeri. Jadi pendapatan Pertamina akan turun," ujar Nicke.