TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Perhubungan masih mempertimbangkan skema yang tepat untuk menahan gelombang perjalanan mudik dini keluar ibu kota. Direktur Lalu Lintas Perhubungan Darat, Sigit Irfansyah, mengatakan lembaganya masih sekedar menggencarkan sosialiasi terkait risiko perluasan wabah Covid-19 atau Corona ke daerah jika masyarakat tetap memaksa keluar ibu kota menuju kampung halaman.
“Masih lewat edukasi dulu, belum ada kebijakan berupa pelarangan. Pilihan-pilihan langkahnya masih kami pelajari dalam satu dua hari ini,” katanya kepada Tempo, Selasa 31 Maret 2020.
Baca Juga:
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menambahkan bahwa pengambilan keputusan tegas harus melalui perhitungan terkait efek sosial.
Merujuk kajian pembatasan arus pergerakan orang yang dikompilasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, terdapat beragam usulan penahan mudik dini. Beberapa skenario yang menonjol adalah penutupan akses keluar masuk DKI Jakarta dengan pengecualian terhadap angkutan bahan pokok, penguatan kampanye tidak mudik, serta penghentian operasi angkutan penumpang umum.
Dia membenarkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta sempat mengeluarkan instruksi penghentian layanan bus antar kota antar provinsi (AKAP), bus antar jemput dalam provinsi (AJDP), dan bus wisata trayek perkotaan, pada 30 Maret lalu. Larangan yang direncanakan berlaku jam 6 sore itu kemudian dibatalkan oleh kementerian. “Itu ditunda dulu,” katanya.
Berdasarkan survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan, gelombang mudik dini sudah terjadi melalui berbagai moda sepanjang bulan ini. Volume penumpang keluar Jakarta dengan kapal feri Pelabuhan Merak, Banten, misalnya, mencapai 1,23 juta orang pada 1-28 Maret lalu.
Survei terhadap 44 ribu responden perwakilan masyarakat Jakarta dan sekitarnya itu pun menunjukkan masih ada 37 persen sisa calon pemudik, yang berpotensi mengikuti 7 persen responden yang sudah melaksanakan mudik dini.
“Survei online kajian itu sudah ditutup, tapi masih dianalisis lebih lanjut termasuk soal isu sosialnya,” kata Peneliti Madya Balitbang Kementerian Perhubungan, Nunuj Nurjanah.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Pengusaha Angkutan Darat, Ateng Aryono, mengatakan armada anggotanya masih berjalan dengan jumlah minim hingga hari ini. Imbauan social distancing dan wacana karantina wilayah, menurut dia sudah menurunkan animo penumpang dan membuat omset operator anjlok 75 persen.
“Kami setuju saja kalau akhirnya karantina, tapi seharusnya ada kepastian usaha untuk anggota kami berupa bantuan langsung tunai (BLT) di samping berbagai keringanan pajak,” katanya. “Karena pendapatan kan otomatis akan nihil.”
Menurut Ateng, pembatasan operasi akan mematikan kinerja lebih dari 100 ribu armada dan 1,5 juta sumber daya manusia di lingkungan bisnis operator bus. “Yang beroperasi hari ini juga untung-untungan, hanya unit yang dapat demand.”
EKO WAHYUDI | FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS