Tempo.Co, Jakarta - Pemerintah resmi mengalihkan izin impor kebutuhan alat medis untuk keperluan penanganan virus corona atau Covid-19 ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau satu pintu. Kebijakan itu dilakukan untuk mempercepat penyediaan peranti kesehatan di masa pandemi.
"Karena sebelumnya barang-barang yang dibutuhkan untuk penanganan virus corona itu banyak yang terkena pembatasan impor di Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Kementerian Dalam Negeri," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Syarif Hidayat kepada Tempo, Senin, 23 Maret 2020.
Syarif mengatakan Bea Cukai dan BNPB telah meneken aturan bersama terkait pengalihan izin impor tersebut. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 01/BNPB/2020 dan Surat Keputusan Nomor KEP 113/BC/2020 tentang Percepatan Pelayanan Impor Barang untuk Keperluan Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Adapun dalam dokumen yang diterima Tempo, aturan itu sekaligus akan membebaskan bea masuk dan cukai serta pungutan dalam rangka impor atau PDRI. Selanjutnya, impor barang tidak akan dipungut PPB dan PPnBM. "Dikecualikan untuk PPh Pasal 22 Impor. Pengecualian juga berlaku untuk ketentuan tata niaga impor," tulis dokumen itu.
Aturan ini berlaku untuk pemohon dari kementerian atau lembaga, yayasan non-profit, perseorangan atau swasta non-komersial, dan perseorangan/swasta komersial. BNPB dan Bea Cukai menerapkan prosedur berbeda untuk masing-masing pemohon.
Pertama, untuk kementerian dan lembaga, pemohon wajib mengajukan rekomendasi pengecualian ke BNPB dalam hal barang impor terkena ketentuan tata-niaga impor. Selanjutnya, BNPB akan menerbitkan surat rekomendasi pengecualian ketentuan tata-niaga impor.
Kemudian, kementerian dan lembaga mengakukan permohonan ke Kanwil atau KPU Bea Cukai sesuai dengan PMK 171/PMK.04/2019. Setelah itu, SKMK pembebasan akan terbut.
Adapun untuk yayasan atau lembaga non-profit, pemohon wajib mengajukan surat permohonan rekomendasi pengecualian ke BNPB dalam hal barang impor terkena ketentuan tata-niaga impor. Selanjutnya, BNPB akan menerbitkan surat rekomendasi pengecualian.
Setelah itu, yayasan atau lembaga mengajukan permohonan ke Direktur Fasilitas Kepabeanan sesuai PMK 70/PMK.04/2012. Bila disetujui, SKMK pembebasan akan terbit.
Jika impor ditujukan untuk perseorangan atau swasta non-komersial, pemohon wajib menghibahkan barang kepada instansi pemerintah melalui BNPB atau yayasan/lembaga non-profit. Hibah itu harus dibuktikan dengan gift-certificate.
Apabila barang dihibahkan ke BNPB selaku pemerintah, BNPB akan mengajukan permohonan sesuai skema A atau skema pemohon kementerian/lembaga. Bila barang dihibahkan ke yayasan, pemohon akan mengajukan permohonan sesuai skema B atay prosedur yayasan/lembaga non-profit. Setelah itu, barulah SKMK pembebasan diterbitkan.
Sedangkan untuk perseorangan atau swasta dengan tujuan komersial, pemohon tidak akan memperoleh fasilitas fiskal. Artinya, pemohon tetap harus membayar bea masuk, bea cukai, dan PDRI. Meski demikian, pemenuhan ketentuan tata-niaga impornya tetap melalui BNPB dengan cara mengajukan permohonan rekomendasi.
"Jadi impor barang kebutuhan penanganan Covid-19 (virus corona) tetap ditangani terpusat oleh BNPB.
Namun, BNPB tetap berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait untuk menerbitkan surat rekomendasi izin impor. Adapun standar operasional prosedur terkait pengalihan izin itu mulai berlaku sejak aturan diterbitkan, yakni 20 Maret 2020.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo mengatakan pengalihan izin ini berlaku untuk sementara. "Selama operasi Gugus Covid-19 berlangsung," katanya.