TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim total nilai paket stimulus fiskal yang telah diguyurkan pemerintah untuk menangkis dampak virus Corona mencapai Rp 158 triliun. Nilai itu terbagi atas paket stimulus fiskal pertama, kedua, serta ditambah perkiraan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2020.
"Stimulus fiskal tahap II sebesar Rp 22,9 triliun dan tahap I sebesar Rp 10,3 triliun," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat 13 Maret 2020.
Dia memperkirakan, dampak virus Corona akan membuat defisit APBN mencapai 0,8 persen dari Produk Domestik Bruto atau senilai Rp 125 triliun. Dengan begitu, dia mengklaim total anggaran yang digelontorkan untuk menangkis dampak ekonomi Corona Rp 158 triliun atau dia bulatkan menjadi Rp 160 triliun.
Adapun Paket Stimulus Fiskal jilid II untuk menangkis dampak virus Corona, salah satunya adalah relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor atau PPh Pasal 22 Impor. "Relaksasi PPh 22 impor diberikan untuk 19 sektor. Ini nanti akan diberikan kemudahan pembebasan PPh 22 impor selama 6 bulan atau ditanggung pemerintah juga pajaknya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lokasi yang sama.
Sri Mulyani mengatakan, relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor itu terhitung mulai April hingga September 2020.
Dia memperkirakan penundaan itu totalnya sebesar Rp 8,15 triliun. Kebijakan itu, kata Sri Mulyani, ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor.
Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh Pasal 25 juga akan diterapkan. Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama enam bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp4,2 triliun. Selain tujuannya sama dengan relaksasi PPh Pasal 22 Impor, relaksasi PPh 25 juga merupakan upaya mengubah negara tujuan ekspor. Di mana kata dia, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor.
Selanjutnya, kata Sri Mulyani, pemerintah juga merelaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat(pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. "Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp 1,97 triliun," kata dia.
Pemerintah juga merelaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21). Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta pada sektor industri. PPh ditanggung pemeringah itu, diberikan selama enam bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8,60 triliun. "Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli," kata Sri Mulyani.