"Kerja sama ini untuk mendorong yang nantinya akan ada tim di provinsi maupun di kotamadya dan kabupaten untuk percepatan dan perluasan digitalisasi daerah," ujar Filianingsih.
Filianingsih mengatakan bank sentral juga mendorong interlink antara tekfindan perbankan agar dapat menciptakan keseimbagan dan consumer protection. Menurut dia, meski peluangnya sangat besar termasuk investasi, bank sentral juga harus tetap menjaga diri. "Jadi kita mewajibkan seluruh pemrosesan transaksi harus di domestik, harus di dalam negeri," kata Filianingsih.
Chief Executif Officer (CEO) OVO Karaniya Dharmasaputra mendukung digitalisasi keuangan hingga UMKM, termasuk pembahasan skema bersama agar tidak saling memberatkan dalam hal biaya yang harus dikeluarkan PJSP. Selain itu, kata dia, perlu ada dukungan pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang ramah, baik untuk pertumbuhan ekosistem dalam negeri maupun untuk investasi.
"Karena permainan ini memerlukan nafas panjang. Napas panjang itu berarti harus mengandalkan investasi," ujar dia.
Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, Karaniya mengatakan pemerintah juga perlu membenahi regulasi yang ramah terhadap teknologi atau pun ekonomi digital. Perlu ada penyesuaian supaya sepadan dengan tuntutan industri teknologi, misalnya saja regulasi soal cloud. "Sekarang bagaimana di industri lain bisa mulai akomodasi. Misalnya cloud dan lainnya supaya membuat industri ini berkembang," kata dia.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming mengatakan membangun kerja sama dengan pelaku ekonomi digital, misalnya perdagangan elektronik (e-commerce). Pasalnya, kata dia, tak sedikit anggota HIPMI merupakan pelaku UMKM yang barangnya bisa dipasarkan melalui Bukalapak atau pun Tokopedia misalnya.
"Kami susun HIPMI Net terlebih dahulu. Kalau semua sudah terdaftar, sekitar 50 ribu anggota, itu yang akan bekerja sama dengan Bukalapak atau Tokopedia," ujar Maming.