TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah tak menaikkan tarif ojek online berdasarkan tekanan massa. Sebab, kata Tulus, hal itu justru akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah pada masa mendatang.
"Dari sisi kebijakan, jangan sampai hanya dilakukan karena aksi demonstrasi. Sebagai kebijakan publik, itu akan enggak sehat," ujar Tulus di kantor Kementerian Perhubungan, Selasa, 10 Maret 2020.
Tulus mengatakan pemerintah mesti menetapkan aturan berdasarkan pelbagai pertimbangan. Salah satu yang utama ialah kebutuhan masyarakat.
Pernyataan Tulus ini sekaligus mengkritik kebijakan Kementerian Perhubungan yang resmi menaikkan tarif ojek per 16 Maret 2020. Kenaikan tarif tersebut berlaku khusus untuk zona 2 atau wilayah Jabodetabek dengan besaran kenaikan Rp 250 untuk tarif batas bawah (TBB) dan Rp 150 untuk tarif batas atas (TBA).
Berdasarkan aturan yang baru, TBB ojek online berubah menjadi Rp 2.250 dari semula Rp 2.000. Sedangkan TBA berubah menjadi Rp 2.650 dari semula Rp 2.500. Sejalan dengan keputusan tersebut, tarif minimal atau flagfalll pun berubah dari semula Rp 8.000-10 ribu per 4 kilometer kini menjadi Rp 9.000-10.500 per 4 kilometer.
Tak hanya terkait tekanan massa, Tulus mengimbuhkan semestinya evaluasi kenaikan tarif ojek online tidak dilakukan dalam rentang waktu yang berdekatan. Kritik itu mengacu pada aturan yang dibuat pada tahun lalu, yakni Kementerian Perhubungan berencana mengevaluasi tarif tiga bulan sekali.
"Tiga bulan itu terlalu singkat. Angkutan umum saja sudah bertahun-tahun tidak dievaluasi," tuturnya.
Usulan kenaikan tarif ojek online semula berasal dari suara asosiasi pengemudi di wilayah Jabodetabek. Pengemudi mendesak tarif naik lantaran upah minimum provinsi atau UMP 2020 meningkat.
Selain itu, terjadi kenaikan iuran premi asuransi kesehatan. Dalam usulannya, asosiasi pengemudi menyorongkan kenaikan tarif ojek online sebesar Rp 500 untuk tarif batas bawah menjadi Rp 2.500. Lantaran pertimbangan kesejahteraan pengemudi dan daya beli masyarakat, pemerintah akhirnya menaikkan tarif, namun tak sesuai dengan besaran usulan.
Adapun dengan kebijakan ini, terhitung tak sampai setahun, pemerintah berarti telah menaikkan tarif ojek online sebanyak dua kali. Kenaikan pertama dilakukan para kuartal kedua tahun lalu dengan lonjakan tarif mencapai 20 persen.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA