TEMPO.CO, Jakarta - Dua bulan sejak virus corona merebak di awal tahun ini, kinerja ekspor Cina anjlok 17,2 persen. Penurunan angka ekspor Cina dalam nilai dolar AS ini lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh para analis sebelumnya.
Seiring dengan anjloknya ekspor Cina, impor ke negara tirai bambu ini juga tercatat menurun. Namun, penurunan angka impor hanya sekitar 4 persen, tidak sedalam ekspornya.
Impor komoditas naik didorong oleh pembelian kedelai yang meningkat 14,2 persen, bijih besi naik 1,5 persen, batu bara naik 33,1 persen, dan gas alam cair naik 2,8 persen. Total neraca perdagangan pun turun menjadi defisit US$7,1 miliar untuk dua bulan pertama 2020 ini.
Dikutip dari Bloomberg, Sabtu 7 Maret 2020, penurunan ekspor Cina ini disebabkan berbagai hal yang terumtama dipicu oleh menyebarnya virus Corona. Wabah virus corona membuat masa liburan Imlek para pekerja diperpanjang. Tentu saja hal ini menekan tingkat produksi, serta mengganggu lalu lintas barang dan jasa di negara tersebut.
Chief Economist Macquarie Group Ltd Larry Hu memperkirakan data ekspor-impor Cina pada Maret juga tidak akan jauh membaik. “Pertumbuhan ekonomi Cina banyak bergantung pada ekspor, properti, dan infrastruktur. Prospek pasar properti dan ekspor tahun ini tidak terlalu bagus, Cina kemungkinan akan meningkatkan investasi di infrastruktur,” ujar Hu, Sabtu.
Analis menilai, setiap awal tahun memang selalu menjadi periode yang sulit dan tak stabil bagi perekonomian Cina. Hal ini karena panjangnya liburan tahun baru Imlek. Pada awal 2020, hal ini semakin diperparah dengan penyebaran hebat virus corona, bahkan hingga ke seluruh dunia.
BISNIS