TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha real estate sedang membujuk investor Jepang untuk menempatkan investasinya di sektor properti Indonesia. Hal ini menindaklanjuti tingginya minat para pengembang Jepang masuk ke Tanah Air.
Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Luar Negeri Rusmin Lawin mengatakan ketertarikan pengembang Jepang itu diketahui saat dirinya mengikuti Federasi Real Estat Dunia (The International Real Estate Federation/FIABCI) di Tokyo, Jepang. Dalam acara itu, Rusmin mengaku ada salah satu pengembang besar Jepang yang berminat untuk menanamkan modalnya di sektor properti di Indonesia.
Baca Juga:
"Untuk nama perusahaan belum bisa disebut. Tapi mereka baru mau masuk (ke Indonesia) dan incar residential landed project di Botabek," kata Rusmin, Rabu, 4 Maret 2020.
Rusmin menjelaskan, animo pengembang Jepang yang ingin masuk ke pasar properti di Indonesia terbilang masih baik. Terlebih, di mata pengembang Jepang, Indonesia merupakan negara yang berstatus pasar berkembang (emerging market).
Calon investor Jepang itu, kata Rusmin, melihat bahwa Indonesia, Filipina dan Vietnam tetap menarik untuk dijadikan lahan di sektor ini. Minat pengembang Jepang itu juga sebetulnya sudah terlihat ketika sebuah perusahaan asal Negeri Sakura itu sudah melakukan penjajakan sejak tahun lalu.
Namun, menurut Rusmin, Jepang lebih selektif dan konservatif dalam memutuskan investasi di luar negaranya. Bahkan, mereka membutuhkan waktu selama enam hingga dua tahun lamanya untuk mempelajari peluang investasi. "Jadi Jepang ini enggak bisa ujug-ujug hari ini bilang mau investasi terus besok (dilakukan), tak seperti Cina."
Rusmin menyebutkan, minat investor Jepang di sektor properti Indonesia bisa berpotensi meningkat dengan adanya omnibus law yang dinilai menjadi angin segar di industri properti. Hal itu membuat calon investor asal Jepang semakin optimistis dapat menggarap sebuah proyek di Indonesia.
"Terus terang IMB (Izin Mendirikan Bangunan) bagi mereka itu momok, karena yang mereka tahu itu banyak lika-likunya. Jadi kalau omnibus law bisa memotong mata rantai IMB maka sudah bisa selesai satu persoalan besar," ujar Rusmin.
Sebelumnya, Managing Partner of Strategic Advisory Coldwell Banker Tommy Bastami mengatakan ekspansi pengembang properti asal Jepang setidaknya didorong oleh empat faktor.
Pertama, potensi imbal hasil pengembangan properti di Indonesia lebih besar dibandingkan di Jepang. Kedua, bagi investor Jepang, investasi di Indonesia dinilai lebih murah ketimbang menanam modal di negeri asalnya.
Ketiga, ceruk pasar dari ekspatriat Jepang di Indonesia cukup besar sehingga potensial untuk menyasar segmen pasar sewa. Di samping itu, permintaan dari masyarakat lokal juga masih tinggi. "Keempat, reputasi pengembang Jepang di Indonesia tidak perlu diragukan baik dari kualitas produk ataupun dari penyelesaian proyeknya," ujar Tommy.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sepanjang tahun lalu posisi Jepang berada di peringkat ketiga negara yang berinvestasi di Indonesia dengan nilai US$ 4,31 miliar dengan sebanyak 3.835 proyek. Angka tersebut memang menurun dari 2018 yang tercatat di peringkat kedua dengan nilai investasi sebesar US$ 4,95 miliar dengan 3.166 proyek.
BISNIS