TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Budi Gunadi Sadikin ingin strategi produksi dan distribusi kelistrikan nasional diubah. Dari sisi keterjangkauan, kata dia, saat ini 99 elektrifikasi sudah tercapai. Namun kenyataannya, masih ada 433 desa yang belum teraliri listrik.
Menurut dia, meski Indonesia negara kepulauan, bukan negara daratan seperi Amerika Serikat, Cina, Eropa, dan atau Australia, banyak ilmu dan contoh buat Indonesia yang ambil dari negara itu. Yakni, di mana pembangkitnya besar dengan transmisi darat.
"Dengan 13 ribu pulau strategi distribusi itu harus berubah, tidak sama dengan strategi distribusi di negara-negara benua itu," kata Budi dalam Jakarta Energy Forum Hipmi, Senin, 2 Maret 2020.
Menurut dia, hal itu mesti dipikirkan, juga strategi produksi listrik harus berubah. Dia menilai produksi listrik yang besar dan tersentralisasi, mungkin harus jadi lebih kecil-kecil dan desentralisasi.
"Produksi listrik yang bahan baku primernya satu dan besar, mungkin produksi listriknya harus dibagi-bagi menjadi bahan baku primernya kecil-kecil dan lebih lokal sifatnya," kata dia.
Dia mengatakan arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah jelas untuk menciptakan energy security. Energy security itu, kata dia, energi harus miliki unsur availability atau ketersediaan, affordability atau keterjangkauan, sustainability atau tidak merusak alam sehingga anak cucu tidak kebagian, dan souvereign atau kedaulatan.
Empat hal itu, kata Budi Gunadi Sadikin, harus dicapai dalam pembangunan sistem energi Indonesia. Dia mengatakan banyak tantangan dalam menjalankan, karena itu harus di-address bersama-sama antara BUMN dengan pengusaha swasta.
Dari sisi affordability, kata dia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif ingin tarif listrik di bawah 8 sen per kwh, karena masih banyak org kita yang tidak terjangkau. Saat ini, kata dia, rata-rata harga listrik 1.300 watt harganya 9 sen per kwh.
"Kalau kita mau nge-charge 10-12(sen per kwh), itu at the end of the day negara mesti nanggung, sampai di mana tahan. Isu sustainable tidak terjawab. Itu sebabnya kita harus cari keseimbangan antara isu sustainability dengan affordability," ujar Wamen BUMN.
HENDARTYO HANGGI