TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat telah berhasil menyelesaikan 61 kasus mafi pertanahan selama 2019. Mafia tanah itu baik yang bersifat perseorangan maupun sekelas korporasi, dari yang sekadar sengketa perdata hingga masuk ranah pidana.
"Bukan berapa banyaknya, tapi tahun lalu kita menangani 61 kasus yang akan ditangani dari kegiatan ini," kata Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Raden Bagus Agus Widjayanto di kantornya, Jakarta, Selasa 25 Februari 2020.
Kasus mafia tanah yang berhasil ditangani adalah berkat kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dengan Kepolisian. Oleh karena itu, kata Agus, kasus pertanahan yang sudah masuk pidana bisa langsung ditangani oleh aparat hukum. "Dari kita (ATR/BPN), kita lakukan penertiban secara administrasinya saja," ucapnya.
Selanjutnya, untuk tahun 2020, Kementerian ATR/BPN berencana akan menyelesaikan 60 kasus mafia tanah dengan berkolaborasi bersama pihak Kepolisian.
Sementara itu Staf Khusus Menteri ATR/BPN Harry Sudwijanto mengatakan siap membantu pihak Kepolisian dari aspek administrasi guna merampung penyidikan kasus mafia tanah. "Sehingga proses penyidikan dinyatakan lengkap oleh jaksa dan layak untuk disidangkan," ungkapnya.
Namun Hary enggan mengungkapkan apakah dalam kasus mafia tanah itu ada keterlibatan para bos pengembang atau perusahaan properti. Seperti diketahui, oknum pengembang ini biasanya sering tersangkut dalam hal pembebasan lahan dan kepemilikan bermasalah di suatu wilayah.
Eko Wahyudi