TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendapat pertanyaan soal sulitnya estafet kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan dilakukan.
"Misinya sudah berubah barang kali. I don't know," ujar Susi dalam sebuah diskusi di Gedung DPP PKS pada Senin, 20 Januari 2020. Menurut dia, hal itu harus ditanyakan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini.
Susi menjelaskan saat menjadi menteri, dia menjalankan visi misi presiden dan wakil presiden. Saat dia menjadi menteri, visi misi yang dijalankan adalah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengevaluasi beberapa kebijakan Susi sebelumnya. Di antaranya soal larangan kapal besar di atas 150 GT berlayar di perairan Indonesia. Peraturan ini dituangkan dalam Peraturan Dirjen Tangkap melalui SE Nomor D1234/DJPT/PI470D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)/SIPI/SIKPI.
Peraturan ini dinilai mengundang kapal nelayan dan coast guard Cina beberapa kali masuk wilayah Indonesia di perairan Natuna. Namun anggapan itu pernah dibantah mantan Koordinator Staf Tugas Illegal Fishing atau Satgas 115, Mas Achmad Santosa. Menurut Mas Achmad, larangan kapal tangkap ikan di atas 150 GT tidak ada hubungannya dengan banyaknya kapal Cina di Natuna. Menurut Achmad, jumlah kapal 150 GT di Indonesia sebenarnya hanya sekitar 70-an.
Dalam diskusi di DPP PKS, Susi juga enggan mengomentari pertanyaan wartawan soal penilaiannya perihal kebijakan Menteri KKP Edhy Prabowo. Kebijakan Edhy Prabowo dinilai mengevaluasi kebijakannya dulu, sehingga masuk kapal-kapal asing ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Susi menjelaskan bahwa ZEE bukan merupakan wilayah kedaulatan namun wilayah di mana suatu negara memiliki hak untuk berdaulat. Sehingga Indonesia berhak atas apa yang ada di dalam wilayah tersebut.
"Illegal fishing di ZEE Indonesia adalah pelanggaran atas hak berkedaulatan kita, Illegal fishing di ZEE Indonesia bukan masalah kedaulatan, jadi semestinya emang tidak ada urusan mau perang, mau apa, ya penegakan hukum, hak kita diambil, penegakan hukum atas hak berdaulat," kata Susi Pudjiastuti.
DEA REZKI GERASTRI | KODRAT