TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan selama 2019, PPATK berperan dalam berbagai pengungkapan perkara, termasuk penyelundupan benih lobster.
"Dalam setahun aliran dana dari luar negeri yang diduga digunakan untuk mendanai pengepul pembeli benur tangkapan nelayan lokal mencapai Rp 300 miliar hingga Rp 900 miliar," kata Badaruddin di kantor PPATK Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.
Pengungkapan aliran dana itu, kata dia, dilakukan PPATK bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Reserse Kriminal Polri.
Badaruddin mengatakan penyelundupan benih lobster itu memiliki nilai yang besar dan melibatkan antar negara. "Itu menarik bahwa penyelundupan lobster juga menggunakan tata cara pencucian uang yang melibatkan beberapa usaha, termasuk pihak yang ekspor dan impor," ujar dia.
Menteri KKP terdahulu, Susi Pudjiastuti, sempat melarang perdagangan lobster di bawah ukuran 200 gram atau yang berupa benih. Ia juga meminta lobster bertelur tidak dijual-belikan keluar Indonesia. Beleid yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster.
Badaruddin mengatakan kebijakan Susi mengharuskan budidaya atau membesarkan lobster dahulu, baru diekspor, sehingga Indonesia dapat nilai tambah atau value added.
"Kami akan mendukung kebijakan pemerintah berkaitan dengan lobster, pada waktu itu lobster dilarang ekspor, kami mencoba menelusuri bagaimana transaksinya. Hasilnya kami sampaikan penegakan hukum," ujar Badaruddin.
HENDARTYO HANGGI