Kedua manajemen melakukan kerja sama ulang pada awal Oktober lalu. Kerja sama ini bersifat sementara dengan masa kesepakatan 30 hari. “Pada 31 Oktober kami perpanjang hingga 90 hari dengan manajemen transisi,” ujarnya kala ditemui Tempo di Jakarta pada pekan lalu.
Tiba-tiba, pada 6 November 2019, GMF meminta Sriwijaya membayar sejumlah utang. GMF bakal mengeluarkan surat penghentian layanan jika hingga pukul 17.00 WIB Sriwijaya tak melunasi utangnya. Beberapa anak usaha Garuda pun ikut-ikutan menagih utang. Termasuk katering, hotel, dan ground-handling.
Tagihan utang yang mendadak ini berdampak pada penerbangan hari berikutnya, Kamis, 7 November 2019. Sriwijaya Air tiba-tiba menghentikan sejumlah layanan hingga penumpang menumpuk di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Jefferson mengakui tak punya persiapan. “Kami benar-benar tak punya persiapan. Makanya Kamis itu (7 November 2019) sempat chaos,” ujarnya. Jefferson merinci, di Papua, hampir seribu penumpang Sriwijaya tak terangkut. Sedangkan di Makassar ada 400-an penumpang tidak terlayani.
Jefferson mengklaim tak memperoleh approval fuel kala itu. Padahal, menurut dia, pesawat sudah siap beroperasi.
Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan manajemennya masih membuka komunikasi untuk menyisir masalah akhir kerja sama manajemen. “Kedua tim masih tek-tok walau sebelumnya ada note dari mereka. Nanti dicek kembali,” tuturnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS | PUTRI ADITYOWATI