TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, memprediksi iklim bisnis di industri penerbangan pada 2020 lebih cerah ketimbang tahun ini. Menurut dia, ada sejumlah faktor yang membuat bisnis di sektor transportasi udara tersebut membaik.
"Saya rasa awal tahun depan tidak separah tahun ini. Low season tahun depan seharusnya lebih ramai. Salah satu faktornya karena tidak terganggu pemilihan presiden," tutur Gerry saat dihubungi Tempo pada Senin petang, 2 Desember 2019.
Bisnis penerbangan tahun ini terperosok pada semester I. Sejumlah perkantoran pemerintah, kata Gerry, pada awal 2019 lalu banyak menunda perjalanan dinas lantaran terbentur pemilihan umum.
Pernyataan itu dikuatkan oleh data yang dirilis Badan Pusat Statistik atau BPS. Pada triwulan I lalu, BPS mencatat jumlah penumpang pesawat periode Januari-Maret melorot 17,66 persen menjadi 18,32 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year.
Gerry mengatakan penurunan angka penumpang ini bukan hanya terjadi lantaran kenaikan tarif tiket perjalanan. Melainkan karena iklim politik yang membuat penumpang menunda perjalanannya.
Menurut Gerry, pada 2020 nanti, jumlah penumpang bisa tumbuh lebih baik atau setidaknya pulih seperti yang terhimpun pada 2017. Di samping itu, kebijakan kenaikan tarif batas bawah yang ditetapkan Kementerian Perhubungan tahun ini dipandang mampu membuat keuangan maskapai kian stabil pada masa mendatang.
"Kalau 2018 kan bisnis maskapai penerbangan terpuruk karena harga tiket sangat murah. Penumpang banyak, tapi tiket murah. Itu tidak membantu," tuturnya.